Powered By Blogger

Senin, 17 Oktober 2011

Jalur Ekspedisi Cincin Api "Kompas"




1. Tambora
Gunung di Pulau Sumbawa, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, ini meletus pada April 1815 yang dikenal sebagai "The Largest Volcanic Eruption in History" (letusan terbesar yang tercatat dalam sejarah). Lebih dari 71.000 orang meninggal dan terjadi perubahan iklim, dan masa itu sering disebut juga tahun tanpa musim panas.

2. Toba, Sibayak, Sinabung, dan Tarutung (patahan gempa)
Gunung-gunung api dan sesar tektonik di Sumatera Utara. Gunung api super-Toba diperkirakan meletus 74.000 tahun yang lalu dan menghasilkan kaldera dan Danau Toba dengan Pulau Samosir di tengah-tengahnya. Letusan ini memicu gelombang tsunami.

3. Krakatau
Gunung api di Selat Sunda ini meletus dahsyat pada Agustus 1883. Lebih dari 36.000 orang meninggal dan letusan ini memicu gelombang tsunami.

4. Agung, Batur, dan Rinjani
Antara spiritualitas dan rasionalitas, mencari folklor lokal terkait gunung berapi. Di Bali dan Lombok, gunung menjadi pusat orientasi budaya dan agama. Bagaimana pengaruhnya terhadap mitigasi bencana?

5. Jawa Timur: Gunung Semeru, Penaggungan, Bromo, Ijen, dan Kelud
Berdampingan hidup dengan bencana. Kawah Ijen pada zaman dulu telah menjadi sumber belerang dan bahan amunisi. Sebaliknya, kini Kawah Ijen menyimpan bahaya besar. Bibir kawah yang menyimpan jutaan asam sulfat dikhawatirkan runtuh, dan kebocoran sebenarnya sudah terjadi, menyebabkan peracunan pada tanah pertanian.

Sementara itu, Bromo adalah pusat spiritual masyarakat Jawa, selain juga pusat pariwisata. Bagaimana masyarakat bisa berdampingan dengan bencana?

6. Jawa Tengah: Merapi, Merbabu, Lawu, Sindoro, Sumbing, Dieng
Pralaya dan pergeseran peradaban akibat letusan gunung api. Letusan Merapi diperkirakan menjadi penyebab bergesernya Mataram Kuno ke wilayah timur. Merapi juga menjadi contoh ujian nyata manajemen bencana modern dalam berhadapan dengan sikap budaya lokal yang sering kali bertabrakan.

7. Jawa Barat: Tangkuban Perahu, Salak, Papandayan, Galunggung
Berkah kesuburan tanah Parahyangan di balik ancaman bencana. Letusan Salak pernah berdampak besar terhadap Jakarta.

8. Kerinci, Dempo, Merapi, Sorik
Gunung para dewa dan konsepsi kisah orang pendek. Gunung Kerinci adalah juga gunung api tertinggi di Indonesia, yang memiliki keindahan, tetapi juga memiliki potensi bencana sangat besar.

9. Rokatenda, Egon, Lewo Tobi, tsunami di Ende dan Larantuka

Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah contoh ekstrem kepulauan yang dibentuk oleh jajaran gunung berapi, yang berpengaruh terhadap keringnya geografi di daerah ini. Selain itu, tsunami juga berkali-kali menerjang. Bagaimana kearifan lokal masyarakat terhadap bencana ini?

10. Sangihe, Ambon, Ibu, Soputan
Hampir mirip dengan NTT, kepulauan Ambon (Ambonia) juga tersusun dari banyak gunung berapi aktif, sekaligus berada di area penghunjaman aktif yang sering terdampak gempa dan tsunami. Bahkan, catatan paling tua tentang tsunami di Indonesia terjadi di Ambon, dicatat oleh Rumphius.

11. Sesar darat: Liwa-Padang-Aceh dan Palu
Sesar darat Sumatera termasuk yang paling aktif di dunia. Sayangnya, hingga kini belum ada pemetaan bencana. Banyak jalur sesar yang diduga masih menjadi permukiman. Demikian juga di Palu, hal yang sama pun terjadi.

12. Mentawai, Nias, Simeulue
Pulau-pulau di batas benua. Ketiga pulau ini berada di titik terluar garis benua, yang paling sering dilanda gempa besar dan berpotensi besar tsunami sepanjang sejarah. Masyarakat di sana memiliki kearifan lokal dan budaya yang sangat terkait dengan gempa dan tsunami, tetapi kini banyak yang telah hilang.
Sumber: Litbang Kompas, diolah dari Bakosurtanal, Lapan, ESDM, PVMBG, Gis: Rustiono

Selasa, 04 Oktober 2011

Profil Kota Ambon




Bagai dupa raksasa yang menyebarkan wewangian nan menyengat indera penciuman, itulah Kepulauan Maluku. Gugusan pulau tempat berburu cengkeh dan pala yang menyerupai surga rempah-rempah dunia ini, telah mengundang banyak orang dari berbagai belahan bumi untuk berbondong-bondong datang ke sana. Dulu, tempat ini menjadi persinggahan penting dan tujuan perdagangan antarbangsa.
Kota Ambon hanyalah sebagian kecil dari wilayah Maluku. Kota Ambon ini terletak di Pulau Ambon, satu diantara 1.027 pulau besar dan kecil yang bertebaran di daerah yang terkenal dengan julukan Seribu Pulau.
Para pedagang Arab, Persia, India, Malaka, dan Cina, hilir mudik datang mengunjungi. Bahkan bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda berhasrat memiliki. Tapi itu dulu, sekitar abad ke-15 hingga abad ke-20 ketika cengceh dan pala tumbuh dengan suburnya.
Kini cerita itu tinggal tinggal kenangan. Kisah melimpah ruahnya rempah-rempah yang kemudian justru menyebabkan terkurasnya kekayaan alam dan kesengsaraan rakyat akibat tanam paksa yang dilakukan oleh jaringan niaga VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) Belanda di masa itu, telah berlalu. Ambon dan Maluku pada umumnya, kini tak lagi identik dengan pusat perdagangan rempah, bumbu pemberi rasa dan bau khas pada makanan.
Perekonomian Ambon yang awalnya berorientasi pada perdagangan, telah mengalami perubahan. Tepatnya sejak tahun 1998, saat munculnya kerusuhan di wilayah ini, kegiatan ekonomi Ambon didominasi oleh sektor pertanian. Di tahun itu perdagangan hanya menjadi contributor kedua dengan sumbangan 21,38 persen PDRB. Parahnya selama dua tahun kemudian (tahun 1999 dan 2000), posisinya makin turun hingga berada di peringkat ketiga dari total PDRB.
Bagi Ambon, dominasi sektor pertanian di tahun 1998-1999 ternyata tak memberi angin segar untuk perekonomian. Primadona hasil pertanian yang biasanya disandang oleh tanaman bahan pangan seperti beras, tak mampu dipersembahkan oleh tanah Ambon. Bahkan kontribusinya dapat dikatakan nol. Kondisi topografi atau permukaan tanah yang umunya sama di Kepulauan Maluku, bergelombang dan berbentuk dari batu karang dan kapur, tak memungkinkan bagii tumbuhnya tanaman padi-padian.
Meski hampir setengah dari total lahan kering yang ada, yaitu 154,6 km² digunakan untuk bercocok tanam, tanah di wilayah ini hanya mampu memproduksi tanaman palawija seperti ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan jagung serta tanaman holtikultura, yaitu sayuran dan buah-buahan. Hasilnya pun masih jauh dari memuaskan. Dengan luas lahan 375 hektar diperoleh sebanyak 2.181 ton ubi kayu di tahun 2000. Jumlah ini  adalah yang tertinggi di antara hasil bumi lainnya. Oleh sebab itu Ambon sulit mengandalkan tanahnya untuk menambah pemasukan daerah.
Akan tetapi, kota ini masih bisa menggantungkan harapannya dari potensi perairan yang ada. Hasil tangkapannya memang masih berfluktuasi cukup mencolok dari tahun ke tahun, namun tetap harus dilirik sebagai komoditas yang menjanjikan. Seperti hasil ikan cakalang, tahun 1999 Ambon mampu memperoleh uang senilai Rp 65,1 milyar (jumlah itu setara dengan 28.582 ton ikan). Namun sayang, setahun kemudian hasil tangkapannya menurun drastis hingga kira-kira menjadi seperlimanya, 5.904 ton. Padahal, peluang ekspor khususnya tataki, yaitu ikan cakalang segar yang dibekukan pada suhu hingga 50ยบ C di bawah nol, cukup menjanjikan. Menurut catatan, dari produksi tahun 1999 Kota Ambon baru mampu memasok 0,5 persen permintaan pasar Jepang.
Meski perolehan ikan cakalang tak memuaskan di tahun 2000, Ambon cukup terhibur dengan perolehan udang yang nilainya mencapai Rp 196,9 milyar atau 88,12 persen dari total hasil perikanan.
Hancurnya perdagangan Kota Ambon ternyata jug tak mampu ditutup oleh seckor jasa. Berbagai obyek wisata yang mestinya berpotensi menggairahkan kegiatan ekonomi Ambon, ikut mengalami keterpurukan akibat gejolak sosial yang berkepanjangan.
Hilangnya rasa aman dan nyaman akibat kerusuhan di daerah ini, memaksa Ambon sejenak dihindari para pelancong yang ingin datang dan membelanjakan uangnya disana. Selam pecahnya kerusuhan, tak tercatat adanya pengunjung yang datang. Padahal, banyak obyek yang sanagt menarik seperti plantain, taman laut, meseum sejarah, dan dusun wisata yang seluruhnya ada di 31 lokasi. Daerah-daerah wisata yang tersebar di tiga kecamatannya, yaitu Nusaiwe, Sirimau, dan Teluk Ambon Baguala itu berpeluang menjaring banyak pemasukan.
Di Kecamatan Nusaiwe, tepatnya di Desa Latuhalat, terdapat suatu daerah yang menarik dikunjungi, yaitu Pantai Namalatu. Laut Banda ini akan mengundang siapa saja yang hadir di sana untuk menerangi dan menyelaminya. Dasar lautnya menyajikan kekayaan alam yang jarang ditemui di tempat lain.
Lokasi-lokasi wisata seperti itu, jika kembali diberdayakan, akan mendukung pemulihan perekonomian Ambon. Pemasukan daerah serta pendapatan per kapita masyarakat Ambon yang mencapai Rp 2,5 juta di tahun 2000 pun akan meningkat di tahun-tahun mendatang. Dan “Ambon Manise” seperti yang dibanggakan selama ini akan benar-benar terbukti manise.  
    

Profil Kota Bekasi




Di Bekasi, lupakan Bantargebang yang bermasalah sebagai TPA sampah warga DKI Jakarta. Jangan pikirkan kesemrawutan lalulintas dan kemacetan yang terjadi setiap hari. Tak usah juga mengingat begitu padatnya lahan parumahan dan pertokoan. Sebagian besar warga Bekasi bahkan penduduk Jakarta sudah mahfum dan memakluminya. Lantas, trademark apalagi yang bisa dilekatkan pada Kota Bekasi? Karena yang timbul diingatan akhirnya memang masalah-masalah tersebut.   
Padahal, Bantargebang dibilang menjadi urat nadi perekonomian kota yang menjadi tetangga dekat ibu kota Jakarta ini. Usianya sebagai kota otonom memang belum lama, baru sembilan tahun pada 10 Maret 2002. Masih terhitung balita jika dianalogikan dengan umur manusia. Sebelumnya, Kota Bekasi berstatus sebagai Kecamatan Bekasi yang kemudian menjadi kota administratif (Kotif) tahun 1982 di bawah Kabupaten Bekasi.
Perkembangan Kota Bekasi sudah terlihat sewaktu masih berstatus sebagai kecamatan dan kota administratif. Jumlah penduduk Bekasi kian membengkak karena migrasi penduduk dari luar. Misalnya pada tahun 2000, laju pertumbuhan penduduk Kota Bekasi yang 5,18 persen, sebanyak 3,68 persennya adalah laju pertumbuhan penduduk migrasi. Sayangnya, penyebaran penduduk tidak merata di seluruh wilayah.            
Lahan pemukiman di wilayah seluas 21.049 hektar ini terkonsentrasi di beberapa kecamatan bekas kotif seperti Bekasi Utara, Bekasi Selatan, Bekasi Barat, dan Bekasi Timur. Di kecamatan-kecamatan tersebut hampir tidak tersedia lagi lahan kosong. Total tanah di Bekasi yang sudah terbangun seluas 10.773 hektar dengan 90 persennya berupa pemukiman. Sisanya unutk industi dan perdagangan dan jasa masing-masing empat dan tiga persen. Lahan untuk pendidikan dan pemerintahan dan bangunan umum masing-masing dua dan satu persen.
Dan kecamatan Bantargebang dilupakan sebagai pusat industri di wilayah ini. Selama ini Kota Bekasi memang lebih menonjol dengan sektor properti khususnya perumahan. Sampai sekarang pun jika mendengar Bantargebang maka yang langsung teringat adalah TPA-nya. Padahal, sebagai kota otonom yang kegiatan ekonominya ditunjang secara dominan oleh industri pengolahan, seharusnya wilayah pusat industrinya dikenal orang. Jumlah industri di Kota Bekasi hingga tahun 2000 sebanyak 228 perusahaan besar dan sedang, 81 unit di antaranya terdapat di Kecamatan Bantargebang. Secara keseluruhan jenis industri yang ada di Bekasi mayoritas adalah industri tekstil dan pembuatan barang-barang dari logam besi.
Sebenarnya dalam hal industri, Kota Bekasi kalah pamor dengan Kabupaten Bekasi. Karena itu, orang lebih mengenal Kabupaten Bekasi sebagai kawasan industri dan Kota Bekasi sebagai kawasan perumahan. Para pekerja asal Jakarta yang ingin menuju tempat kerjanya di Kabupaten Bekasi dan sebaliknya tentu harus melalui Kota Bekasi lebih dulu. Itulah salah satu penyebab mengapa Kota Bekasi menjadi wilayah super sibuk. Tak lain untuk melayani warga baik dari daerah ini sendiri maupun dari wilayah-wilayah yang mengelilinginya seperti DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Bekasi yang ingin mengakses jalurnya.
Gejala ini, selain juga karena semakin meningkatnya jumlah penduduk, secara jeli dilirik oleh pengusaha sektor properti. Maka pembangunan lokasi perumahan pun marak dilakukan sejak tahun 80-an. Jauh sebelum Kota Bekasi menjadi kota otonom. Bahkan pada awal tahun 90-an pun, gejala akan semakin padatnya Bekasi sudah terlihat dengan kian berkurangnya lahan pertanian dan perkebunan. Investor asing yang ingin menananmkan modalnya hanya tertarik di bidang peruamahan atau industri. Tak ada yang melirik pertanian atau perkebunan.
Sayangnya, menjamurnya pemukiman di Kota Bekasi tidak diimbangi dengan penyediaan infrastruktur jalan yang memadai. Hampir setiap hari jalan-jalan di Bekasi khususnya dari dan menuju pintu tol Bekasi Barat dan Bekasi Timur, padat dan terhambat. Di beberapa jalan seperti Jl. A.Yani misalnya rasio kemacetan mencapai 0,89 persen artinya kendaraan yang melaju dengan kecepatan di bawah 40 km per jam. Masalahnya klasik pun dituding sebagai penyebabnya. Ruas jalan yang tersedia tidak seimbang dengan mobilitas kendaraan yang melintas.
Arus lalulintas dari dan ke Kota Bekasi hanya dilayani satu terminal angkutan umum. Kondisinya pun tidak terawatt, jorok, banyak kubangan jika hujan, onggokan sampah, selain masalah keamanan yang rawan, namun sekarang terminal angkutan tersebut sudah direnovasi dan berfungsi secara optimal yang memberikan kesan sebagaimana layaknya terminal. Namun, tidak terlepas dari itu masih banyaknya bermunculan terminal-terminal bayangan di sepanjang jalan.
Upaya Pemda Kota Bekasi untuk mengatasi kesemrawutan lalulintas terlihat dengan adanya beberapa ruas jalan yang dilebarkan seperti Jl. Cut Nyak Dien, Jl. Chairil Anwar dan Jl. Ngurah Rai. Ada yang sudah pembanguna fisik maupun seputar pembebasan lahan. Ada pula rencana pembangunan terminal baru bertipe A ayng menampung bus-bus Antar Kota Anta Provinsi (AKAP). Selama ini terminal bus Pasar Baru di Bekasi hanya menyediakan bus-bus Antar Kota Dalam Provinsi. Dalam rancangan APBD Kota Bekasi tahun 2002, anggran belanja bidang transportasi menempati peringkat pertama sekitar 27 persen dari total belanja pembangunan yang dianggarkan sebesar Rp 195,5 milyar.
Namun, untuk melebarkan jalan masih ada kendala yang dirasakan Pemda Kota Bekasi. Tak lain karena wilayah ini terlanjur terkepung baik oleh bangunan maupun geografisnya berupa kali atau sungai. Jalan keluarnya adalan dengan pembangunan jalan flyover atau jembatan. Kembali ke trademark, jika transportasi sudah teratasi maka apa lagi kenangan Kota Bekasi. Masih ada,. Cuaca terik menyengat di siang hari akibat semakin berkurangnya taman kota.            

  

Selasa, 27 September 2011

Puisi-Puisi Soe Hok Gie





MANDALAWANGI PANGRANGO

Sendja ini, ketika matahari turun kedalam djurang2mu
Aku datang kembali
Kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu.
Walaupun setiap orang berbitjara tentang manfaat dan guna
Aku bitjara padamu tentang tjinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku.
Aku tjinta padamu, Pangrango jang dingin dan sepi
Sungaimu adalah njanjian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Tjintamu dan tjintaku adalah kebisuan semesta.
Malam itu ketika dingin dan kebisuan menjelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bitjara padaku tentang kehampaan semua.
Hidup adalah soal keberanian, menghadapi jang tanda tanja
Tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
Terimalah dan hadapilah.”
Dan antara ransel2 kosong dan api unggun jang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas2 hutanmu, melampaui batas2 djurangmu.
Aku tjinta padamu Pangrango
Karena aku tjinta pada keberanian hidup
Djakarta, 19-7-1966
Soe Hok Gie



Sebuah Tanya
Akhirnya semua akan tiba pada pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui.
Apakah kau masih berbicara selembut dahulu
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku.
(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah Mandalawangi.
kau dan aku tegak berdiri melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)
Apakah kau masih membelaiku selembut dahulu
ketika kudekap kau dekaplah lebih mesra,
lebih dekat.
(lampu-lampu berkedipan di Jakarta yang sepi
kota kita berdua, yang tau dan terlena dalam mimpinya
kau dan aku berbicara tanpa kata, tanpa suara
ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)
apakah kau masih akan berkata
kudengar derap jantungmu
kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta
(haripun menjadi malam kulihat semuanya menjadi muram
wajah-wajah yang tidak kita kenal berbicara
dalam bahasa yang tidak kita mengerti
seperti kabut pagi itu)
manisku, aku akan jalan terus membawa kenangan-kenangan
dan harapan-harapan bersama hidup yang begitu biru.
Selasa, 1 April 1969
Soe Hok Gie


Pesan
Hari ini aku lihat kembali
Wajah-wajah halus yang keras
Yang berbicara tentang kemerdekaaan
Dan demokrasi
Dan bercita-cita
Menggulingkan tiran
Aku mengenali mereka
yang tanpa tentara
mau berperang melawan diktator
dan yang tanpa uang
mau memberantas korupsi
Kawan-kawan
Kuberikan padamu cintaku
Dan maukah kau berjabat tangan
Selalu dalam hidup ini?
Sinar Harapan 18 Agustus 1973

Soe Hok Gie
Pada orang yang menghabiskan waktunya ke Mekkah
Pada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza
Tapi aku ingin habiskan waktuku disisimu sayangku
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah Mandalawangi
Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danau
Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biavra
Tapi aku ingin mati disisimu sayangku
Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya, tentang tujuan hidup yang tak satu setanpun tahu
Mari sini sayangku
Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku
Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung
Kita tak pernah menanamkan apa-apa
Kita takkkan pernah kehilangan apa-apa
Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan
Yang kedua dilahirkan tetapi mati muda
Dan yang tersial adalah bermur tua
Berbahagialah mereka yang mati muda
Makhluk kecil kembalilah dari tiada ke tiada
Berbahagialah dalam ketiadaanmu
Soe Hok Gie

Senin, 26 September 2011

Pengertian Mountaineering


Aktivitas mendaki gunung akhir-akhir ini nampaknya bukan lagi merupakan suatu kegiatan yang langka, artinya tidak lagi hanya dilakukan oleh orang tertentu (yang menamakan diri sebagai kelompok Pencinta Alam, Penjelajah Alam dan semacamnya). Melainkan telah dilakukan oleh orang-orang dari kalangan umum. Namun demikian bukanlah berarti kita bisa menganggap bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas mendaki gunung, menjadi bidang ketrampilan yang mudah dan tidak memiliki dasar pengetahuan teoritis. Di dalam pendakian suatu gunung banyak hal-hal yang harus kita ketahui (sebagai seorang pencinta alam) yang berupa : aturan-aturan pendakian, perlengkapan pendakian, persiapan, cara-cara yang baik, untuk mendaki gunung dan lain-lain. Segalanya inilah yang tercakup dalam bidang Mountaineering. Mendaki gunung dalam pengertian Mountaineering terdiri dari tiga tahap kegiatan, yaitu :
A. Berjalan (Hill Walking)
Secara khusus kegiatan ini disebut mendaki gunung. Hill Walking adalah kegiatan yang paling banyak dilakukan di Indonesia. Kebanyakan gunung di Indonesia memang hanya memungkinkan berkembangnya pada tahap ini. Disini aspek yang lebih menonjol adalah daya tarik dari alam yang dijelajahi (nature interested)
B. Memanjat (Rock Climbing)
Walaupun kegiatan ini terpaksa harus memisahkan diri dari Mountaineering, namun ia tetap merupakan cabang darinya. Perkembangan yang pesat telah melahirkan banyak metode-metode pemanjatan tebing yang ternyata perlu untuk diperdalam secara khusus. Namun prinsipnya dengan tiga titik dan berat dan kaki yang berhenti, tangan hanya memberi pertolongan.
C. Mendaki gunung es (Ice & Snow Climbing)
Kedua jenis kegiatan ini dapat dipisahkan satu sama lain. Ice Climbing adalah cara-cara pendakian tebing/gunung es, sedangkan Snow Climbing adalah teknik-teknik pendakian tebing gunung salju.
Dalam ketiga macam kegiatan di atas tentu didalamnya telah mencakup : Mountcamping, Mount Resque, Navigasi medan dan peta, PPPK pegunungan, teknik-teknik Rock Climbing dan lain-lain.
II. PERSIAPAN MENDAKI GUNUNG
A. Pengenalan Medan
Untuk menguasai medan dan memperhitungkan bahaya obyek seorang pendaki harus menguasai  pengetahuan medan, yaitu membaca peta, menggunakan kompas serta altimeter.
Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain untuk mengetahui medan yang akan dihadapi adalah dengan bertanya dengan orang-orang yang pernah mendaki gunung tersebut. Tetapi cara yang terbaik adalah mengikut sertakan orang yang pernah mendaki gunung tersebut bersama kita.
B. Persiapan Fisik
Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama mencakup tenaga aerobik dan kelenturan otot. Kesegaran jasmani akan mempengaruhi transport oksigen melalui peredaran darah ke otot-otot badan, dan ini penting karena semakin tinggi suatu daerah semakin rendah kadar oksigennya.
C. Persiapan Tim
Menentukan anggota tim dan membagi tugas serta mengelompokkannya dan merencanakan semua yang berkaitan dengan pendakian.
D. Perbekalan dan Peralatan
Persiapan perlengkapan merupakan awal pendakian gunung itu sendiri. Perlengkapan mendaki gunung umumnya mahal, tetapi ini wajar karena ini merupakan pelindung keselamatan pendaki itu sendiri. Gunung merupakan lingkungan yang asing bagi organ tubuh kita yang terbiasa hidup di daerah yang lebih rendah. Karena itu diperlukan perlengkapan yang memadai agar pendaki mampu menyesuaikan di ketinggian yang baru itu. Seperti sepatu, ransel, pakaian, tenda, perlengkapan tidur, perlengkapan masak, makanan, obat-obatan dan lain-lain.
III. BAHAYA DI GUNUNG
Dalam olahraga mendaki gunung ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya suatu pendakian.
A. Faktor Internal
Yaitu faktor yang datang dari si pendaki sendiri. Apabila faktor ini tidak dipersiapkan dengan baik akan mendatangkan bahaya subyek yaitu karena persiapan yang kurang baik, baik persiapan fisik, perlengkapan, pengetahuan, ketrampilan dan mental.
B. Faktor Eksternal
Yaitu faktor yang datang dari luar si pendaki. Bahaya ini datang dari obyek pendakiannya (gunung), sehingga secara teknik disebut bahaya obyek. Bahaya ini dapat berupa badai, hujan, udara dingin, longsoran hutan lebat dan lain-lain.
Kecelakaan yang terjadi di gunung-gunung Indonesia umumnya disebabkan faktor intern. Rasa keingintahuan dan rasa suka yang berlebihan dan dorongan hati untuk pegang peranan, penyakit, ingin dihormati oleh semua orang serta keterbatasan-keterbatasan pada diri kita sendiri.
IV. LANGKAH-LANGKAH DAN PROSEDUR PENDAKIAN
Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-kelompok pencinta alam dalam suatu kegiatan pendakian gunung meliputi tiga langkah, yaitu :
A. Persiapan
Yang dimaksud persiapan pendakian gunung adalah :
* Menentukan pengurus panitia pendakian, yang akan bekerja mengurus : Perijinan pendakian, perhitungan anggaran biaya, penentuan jadwal pendakian, persiapan perlengkapan/transportasi dan segala macam urusan lainnya yang berkaitan dengan pendakian.
* Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan dengan berolahraga secara rutin untuk mengoptimalkan kondisi fisik serta memeksimalkan ketahanan nafas. Persiapan mental dapat dilakukan dengan mencari/mempelajari kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga timbul dalam pendakian beserta cara-cara pencegahan/pemecahannya.
B. Pelaksanaan
Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah didaki sebelumnya disarankan membawa guide/penunjuk jalan atau paling tidak seseorang yang telah pernah mendaki gunung tersebut, atau bisa juga dilakukan dengan pengetahuan membaca jalur pendakian. Untuk memudahkan koordinasi, semua peserta pendakian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
- Kelompok pelopor
- Kelompok inti
- Kelompok penyapu
Masing-masing kelompok, ditunjuk penanggungjawabnya oleh komandan lapangan (penanggungjawab koordinasi).
Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang tersedia di setiap base camp pendakian, biasanya menghubungi anggota SAR atau juru kunci gunung tersebut.
Didalam perjalanan posisi kelompok diusahakan tetap yaitu : Pelopor di depan (disertai guide), kelompok inti di tengah, dan team penyapu di belakang. Jangan sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar peraturan ini.
Demikian juga saat penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah tiba di puncak dan di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada yang tertinggal.
C. Evaluasi
Biasakanlah melakukan evaluasi dari setiap kegiatan yang anda lakukan, karena dengan evaluasi kita akan tahu kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan. Ini menuju perbaikan dan kebaikan (vivat et floreat).
V. FISIOLOGI TUBUH DI PEGUNUNGAN
Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan manusia melawan ketinggian dan segala konsekuensinya. Dengan berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi lingkungan pun jelas akan berubah. Analisir lingkungan yang perubahannya tampak jelas bila dikaitkan dengan ketinggian adalah suhu dan kandungan oksigen udara. Semakin bertambah ketinggian maka suhu akan semakin turun dan kandungan oksigen udara juga semakin berkurang.
Fenomena alam seperti ini beserta konsekuensinya terhadap keselamatan jiwa kita, itulah yang teramat penting kita ketahui dalam mempelajari proses fisiologi tubuh di daerah ketinggian. Banyak kecelakaan terjadi di pegunungan akibat kurang pengetahuan, hampa pengalaman dan kurang lengkapnya sarana penyelamat.
A. Konsekuensi Penurunan Suhu
Manusia termasuk organisme berdarah panas (poikiloterm), dengan demikian manusia memiliki suatu mekanisme thermoreguler untuk mempertahankan kondisi suhu tubuh terhadap perubahan suhu lingkungannya. Namun suhu yang terlalu ekstrim dapat membahayakan. Jika tubuh berada dalam kondisi suhu yang rendah, maka tubuh akan terangsang untuk meningkatkan metabolisme untuk mempertahankan suhu tubuh internal (mis : dengan menggigil). Untuk mengimbangi peningkatan metabolisme kita perlu banyak makan, karena makanan yang kita makan itulah yang menjadi sumber energi dan tenaga yang dihasilkan lewat oksidasi.
B. Konsekuensi Penurunan Jumlah Oksigen
Oksigen bagi tubuh organisme aerob adalah menjadi suatu konsumsi vital untuk menjamin kelangsungan proses-proses biokimia dalam tubuh, konsumsi dalam tubuh biasanya sangat erat hubungannya dengan jumlah sel darah merah dari konsentrasi haemoglobin dalam darah. Semakin tinggi jumlah darah merah dan konsentrasi Haemoglobin, maka kapasitas oksigen respirasi akan meningkat. Oleh karena itu untuk mengatasi kekurangan oksigen di ketinggian, kita perlu mengadakan latihan aerobik, karena disamping memperlancar peredaran darah, latihan ini juga merangsang memacu sintesis sel-sel darah merah.
C. Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani adalah syarat utama dalam pendakian. Komponen terpenting yang ditinjau dari sudut faal olahraga adalah system kardiovaskulare dan neuromusculare.
Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan mengalami hal-hal yang kurang enak, yang disebabkan oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini disebut penyakit gunung (mountain sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara menyolok pada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja aerobik akan menurun (dengan membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi tubuh akan lambat.
Mountain sickness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala :
* Merasakan sakit kepala atau pusing-pusing
* Sukar atau tidak dapat tidur
* Kehilangan kontrol emosi atau lekas marah
* Bernafas agak berat/susah
* Sering terjadi penyimpangan interpretasi/keinginannya aneh-aneh, bersikap semaunya dan bisa mengarah kepenyimpangan mental.
* Biasanya terasa mual bahkan kadang-kadang sampai muntah, bila ini terjadi maka orang ini harus segera ditolong dengan memberi makanan/minuman untuk mencegah kekosongan perut.
* Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan akan mencapai puncaknya pada hari kedua.
Apabila diantara peserta pendakian mengalami gejala ini, maka perlu secara dini ditangani/diberi obat penenang atau dicegah untuk naik lebih tinggi. Bilamana sudah terlanjur parah dengan emosi dan kelakuan yang aneh-aneh serta tidak peduli lagi nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik adalah membuatnya pingsan.
Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea cerebral dapat menyebabkan kemampuan untuk mengambil keputusan dan penalarannya menurun. Dapat pula timbul rasa percaya diri yang keliru, pengurangan ketajaman penglihtan dan gangguan pada koordinasi gerak lengan dan kaki. Pada ketinggian 5000 m, hipoksea semakin nyata dan pada ketinggian 6000 m kesadarannya dapat hilang sama sekali.
D. Program Aerobik
Program/latihan ini merupakan dasar yang perlu mendapatkan kapasitas fisik yang maksimum pada daerah ketinggian. Kapasitas kerja fisik seseorang berkaitan dengan kelancaran transportasi oksigen dalam tubuh selai respirasi.
Kebiasaan melakukan latihan aerobik secara teratur, dapat menambah kelancaran peredaran darah dalam tubuh, memperbanyak jumlah pembuluh darah yang mrmasuki jaringan, memperbanyak sintesis darah merah, menambah kandungan jumlah haemoglobin darah dan juga menjaga optimalisasi kerja jantung. Dengan terpenuhinya hal-hal tersebut di atas, maka mekanisme pengiriman oksigen melalui pembuluh darah ke sel-sel yang membutuhkan lebih terjamin.
Untuk persiapan/latihan aerobik ini biasanya harus diintensifkan selama dua bulan sebelumnya. Latihan yang teratur ternyata juga dapat meningkatkan kekuatan (endurance) dan kelenturan (fleksibility) otot, peningkatan kepercayaan diri (mental), keteguhan hati serta kemauan yang keras. Didalam latihan diusahakan denyut nadi mencapai 80% dari denyut nadi maksimal, biasanya baru tercapai setelah lari selama 20 menit. Seorang yang dapat dikatakan tinggi kesegaran aerobiknya apabila ia dapat menggunakan minimal oksigen per menit per Kg berat badan. Yang tentunya disesuaikan dengan usia latihan kekuatan juga digunakan untuk menjaga daya tahan yang maksimal, dan gerakan yang luwes. Ini biasanya dengan latihan beban, Untuk baiknya dilakukan aerobik 25-50 menit setiap harinya.
VI. PENGETAHUAN DASAR BAGI MOUNTAINEER
1. Orientasi Medan
A. Menentukan arah perjalanan dan posisi pada peta
* Dengan dua titik di medan yang dapat diidentifikasikan pada gambar di peta. Dengan menggunakan perhitungan teknik/azimuth, tariklah garis pada kedua titik diidentifikasi tersebut di dalam peta. Garis perpotongan satu titik yaitu posisi kita pada peta.
* Bila diketahui satu titik identifikasi. Ada beberapa cara yang dapat dicapai :
1. Kalau kita berada di jalan setapak atau sungai yang tertera pada peta, maka perpotongan garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan jalan setapak atau sungai adalah kedudukan kita.
2. Menggunakan altimeter. Perpotongan antara garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan kontur pada titik ketinggian sesuai dengan angka pada altimeter adalah kedudukan kita.
3. Dilakukan secara kira-kira saja. Apabila kita sedang mendaki gunung, kemudian titik yang berhasil yang diperoleh adalah puncaknya, maka tarik garis dari titik identifikasi itu, lalu perkirakanlah berapa bagian dari gunung itu yang telah kita daki.
B. Menggunakan kompas
Untuk membaca peta sangat dibutuhkan banyak bermacam kompas yang dapat dipakai dalam satu perjalanan atau pendakian, yaitu tipe silva, prisma dan lensa.
C. Peka dalam perjalanan
Dengan mempelajari peta, kita dapat membayangkan kira-kira medan yang akan dilaui atau dijelajahi. Penggunaan peta dan kompas memang ideal, tetapi sering dalam praktek sangat sukar dalam menerapkannya di gunung-gunung di Indonesia. Hutan yang sangat lebat atau kabut yang sangat tebal acap kali menyulitkan orientasi. Penanggulangan dari kemungkinan ini seharusnya dimulai dari awal perjalanan, yaitu dengan mengetahui dan mengenali secara teliti tempat pertama yang menjadi awal perjalanan.
Gerak yang teliti dan cermat sangat dibutuhkan dalam situasi seperi di atas. Ada baiknya tanda alam sepanjang jalan yang kita lalui diperhatikan dan dihafal, mungkin akan sangat bermanfaat kalau kita kehilangan arah dan terpaksa kembali ketempat semula.
Dari pengalaman terutama di hutan dan di gunung tropis kepekaan terhadap lingkungan alam yang dilalui lebih menentukan dari pada kita mengandalkan alat-alat seperti kompas tersebut. Hanya sering dengan berlatih dan melakukan perjalanan kepekaan itu bisa diperoleh.
2. Membaca Keadaan Alam
A. Keadaan udara
* Sinar merah pada waktu Matahari akan terbenam. Sinar merah pada langit yang tidak berawan mengakibatkan esok harinya cuaca baik. Sinar merah pada waktu Matahari terbit sering mengakibatkan hari tetap bercuaca buruk.
* Perbedaan yang besar antara temperature siang hari dan malam hari. Apabila tidak angin gunung atau angin lembab atau pagi-pagi berhembus angina panas, maka diramalkan adanya udara yang buruk. Hal ini berlaku sebaliknya.
* Awan putih berbentuk seperti bulu kambing. Apabila awan ini hilang atau hanya lewat saja berarti cuaca baik. Sebaliknya apabila awan ini berkelompok seperti selimut putih maka datanglah cuaca buruk.
B. Membaca sandi-sandi yang diterapkan di alam, menggunakan bahan-bahan dari alam, seperti :
- Sandi dari batu yang dijejer atau ditumpuk
- Sandi dari batang/ranting yang dipatahkan/dibengkokkan
- Sandi dari rumput/semak yang diikat
Tujuan dari penggunaan sandi-sandi ini apabila kita kehilangan arah dan perlu kembali ke tempat semula atau pulang.
3. Tingkatan Pendakian gunung
Agar setiap orang mengetahui apakah lintasan yang akan ditempuhnya sulit atau mudah, maka dalam olahraga mendaki gunung dibuat penggolongan tingkat kesulitan setiap medan atau lintasan gunung. Penggolongan ini tergantung pada karakter tebing atau gunungnya, temperamen dan penampilan fisik si pendaki, cuaca, kuat dan rapuhnya batuan di tebing, dan macam-macam variabel lainnya.
Kelas 1 : Berjalan. Tidak memerlukan peralatan dan teknik khusus.
Kelas 2 : Merangkak (scrambling). Dianjurkan untuk memakai sepatu yang layak. Penggunaan tangan mungkin diperlukan untuk membantu.
Kelas 3 : Memanjat (climbing). Tali diperlukan bagi pendaki yang belum berpengalaman.
Kelas 4 : Memanjat dengan tali dan belaying. Anchor untuk belaying mungkin diperlukan.
Kelas 5 : Memanjat bebas dengan penggunaan tali belaying dan runner. Kelas ini dibagi lagi menjadi 13 tingkatan.
Kelas 6 : Pemanjatan artificial. Tali dan anchor digunakan untuk gerakan naik.