Powered By Blogger

Selasa, 04 Oktober 2011

Profil Kota Ambon




Bagai dupa raksasa yang menyebarkan wewangian nan menyengat indera penciuman, itulah Kepulauan Maluku. Gugusan pulau tempat berburu cengkeh dan pala yang menyerupai surga rempah-rempah dunia ini, telah mengundang banyak orang dari berbagai belahan bumi untuk berbondong-bondong datang ke sana. Dulu, tempat ini menjadi persinggahan penting dan tujuan perdagangan antarbangsa.
Kota Ambon hanyalah sebagian kecil dari wilayah Maluku. Kota Ambon ini terletak di Pulau Ambon, satu diantara 1.027 pulau besar dan kecil yang bertebaran di daerah yang terkenal dengan julukan Seribu Pulau.
Para pedagang Arab, Persia, India, Malaka, dan Cina, hilir mudik datang mengunjungi. Bahkan bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda berhasrat memiliki. Tapi itu dulu, sekitar abad ke-15 hingga abad ke-20 ketika cengceh dan pala tumbuh dengan suburnya.
Kini cerita itu tinggal tinggal kenangan. Kisah melimpah ruahnya rempah-rempah yang kemudian justru menyebabkan terkurasnya kekayaan alam dan kesengsaraan rakyat akibat tanam paksa yang dilakukan oleh jaringan niaga VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) Belanda di masa itu, telah berlalu. Ambon dan Maluku pada umumnya, kini tak lagi identik dengan pusat perdagangan rempah, bumbu pemberi rasa dan bau khas pada makanan.
Perekonomian Ambon yang awalnya berorientasi pada perdagangan, telah mengalami perubahan. Tepatnya sejak tahun 1998, saat munculnya kerusuhan di wilayah ini, kegiatan ekonomi Ambon didominasi oleh sektor pertanian. Di tahun itu perdagangan hanya menjadi contributor kedua dengan sumbangan 21,38 persen PDRB. Parahnya selama dua tahun kemudian (tahun 1999 dan 2000), posisinya makin turun hingga berada di peringkat ketiga dari total PDRB.
Bagi Ambon, dominasi sektor pertanian di tahun 1998-1999 ternyata tak memberi angin segar untuk perekonomian. Primadona hasil pertanian yang biasanya disandang oleh tanaman bahan pangan seperti beras, tak mampu dipersembahkan oleh tanah Ambon. Bahkan kontribusinya dapat dikatakan nol. Kondisi topografi atau permukaan tanah yang umunya sama di Kepulauan Maluku, bergelombang dan berbentuk dari batu karang dan kapur, tak memungkinkan bagii tumbuhnya tanaman padi-padian.
Meski hampir setengah dari total lahan kering yang ada, yaitu 154,6 km² digunakan untuk bercocok tanam, tanah di wilayah ini hanya mampu memproduksi tanaman palawija seperti ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan jagung serta tanaman holtikultura, yaitu sayuran dan buah-buahan. Hasilnya pun masih jauh dari memuaskan. Dengan luas lahan 375 hektar diperoleh sebanyak 2.181 ton ubi kayu di tahun 2000. Jumlah ini  adalah yang tertinggi di antara hasil bumi lainnya. Oleh sebab itu Ambon sulit mengandalkan tanahnya untuk menambah pemasukan daerah.
Akan tetapi, kota ini masih bisa menggantungkan harapannya dari potensi perairan yang ada. Hasil tangkapannya memang masih berfluktuasi cukup mencolok dari tahun ke tahun, namun tetap harus dilirik sebagai komoditas yang menjanjikan. Seperti hasil ikan cakalang, tahun 1999 Ambon mampu memperoleh uang senilai Rp 65,1 milyar (jumlah itu setara dengan 28.582 ton ikan). Namun sayang, setahun kemudian hasil tangkapannya menurun drastis hingga kira-kira menjadi seperlimanya, 5.904 ton. Padahal, peluang ekspor khususnya tataki, yaitu ikan cakalang segar yang dibekukan pada suhu hingga 50ยบ C di bawah nol, cukup menjanjikan. Menurut catatan, dari produksi tahun 1999 Kota Ambon baru mampu memasok 0,5 persen permintaan pasar Jepang.
Meski perolehan ikan cakalang tak memuaskan di tahun 2000, Ambon cukup terhibur dengan perolehan udang yang nilainya mencapai Rp 196,9 milyar atau 88,12 persen dari total hasil perikanan.
Hancurnya perdagangan Kota Ambon ternyata jug tak mampu ditutup oleh seckor jasa. Berbagai obyek wisata yang mestinya berpotensi menggairahkan kegiatan ekonomi Ambon, ikut mengalami keterpurukan akibat gejolak sosial yang berkepanjangan.
Hilangnya rasa aman dan nyaman akibat kerusuhan di daerah ini, memaksa Ambon sejenak dihindari para pelancong yang ingin datang dan membelanjakan uangnya disana. Selam pecahnya kerusuhan, tak tercatat adanya pengunjung yang datang. Padahal, banyak obyek yang sanagt menarik seperti plantain, taman laut, meseum sejarah, dan dusun wisata yang seluruhnya ada di 31 lokasi. Daerah-daerah wisata yang tersebar di tiga kecamatannya, yaitu Nusaiwe, Sirimau, dan Teluk Ambon Baguala itu berpeluang menjaring banyak pemasukan.
Di Kecamatan Nusaiwe, tepatnya di Desa Latuhalat, terdapat suatu daerah yang menarik dikunjungi, yaitu Pantai Namalatu. Laut Banda ini akan mengundang siapa saja yang hadir di sana untuk menerangi dan menyelaminya. Dasar lautnya menyajikan kekayaan alam yang jarang ditemui di tempat lain.
Lokasi-lokasi wisata seperti itu, jika kembali diberdayakan, akan mendukung pemulihan perekonomian Ambon. Pemasukan daerah serta pendapatan per kapita masyarakat Ambon yang mencapai Rp 2,5 juta di tahun 2000 pun akan meningkat di tahun-tahun mendatang. Dan “Ambon Manise” seperti yang dibanggakan selama ini akan benar-benar terbukti manise.  
    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar